Bupati
Sragen, Agus Fatchur Rahman, mewacanakan program pemberantasan
kemiskinan untuk dimasukkan dalam ranah pendidikan. Setiap sekolah wajib
memiliki program peduli masyarakat miskin. Salah satu bentuk kegiatan
itu adalah kewajiban sekolah agar mengajak para murid untuk mengunjungi
kediaman warga yang kurang mampu (Solopos, 4 Januari 2014).
Wacana ini mengemuka sebagai salah satu bentuk implementasi program Unit
Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) yang dibentuk
beberapa waktu lalu. Jika wacana ini terlaksana, Kabupaten Sragen
mungkin akan menjadi satu-satunya daerah yang menerapkan sistem
pendidikan karakter melalui penanaman jiwa sosial kepada anak sekolah
sejak dini.
Program
ini dapat dilaksanakan jika bentuk kegiatan dirancang secara sistematis
dan logis. Sistematika kegiatan dapat disusun melalui penyusunan
program berkelanjutan yang melibatkan dinas pendidikan. Selanjutnya,
program itu dideskripsikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata yang
langsung bersentuhan dengan program UPTK. Tentu pendeskripsian kegiatan
ini harus disesuaikan dengan tingkatan jenjang pendidikan yang kelak
dilakukan para murid. Oleh karena itu, program perlu disusun secara
logis sehingga benar-benar dapat terwujud secara nyata di lapangan.
Dinas
Pendidikan (Dindik) tentu memiliki data konkrit tentang jumlah sekolah.
Karena jumlah sekolah di setiap kecamatan tentu berbeda-beda, tentu
target program pengentasan kemiskinan perlu dibedakan. Sebagai contoh,
sekolah-sekolah “kurus” tentu memiliki keterbatasan sumber daya manusia
dan dana. Karena jumlah guru dan murid di sekolah kurus sangat sedikit,
targetnya pun tentu dibatasi. Sebaliknya, sekolah-sekolah dengan
kategori “gemuk” perlu diberikan target yang lebih banyak agar tercipta
keadilan.
Setelah
potensi sekolah berhasil dipetakan, Dindik perlu menyusun program
pilihan yang nantinya ditawarkan ke pihak sekolah. Ada dua pilihan yang
dapat dijadikan alternatif, yaitu sistem bantuan langsung dan sistem
keluarga asuh. Sistem bantuan langsung yaitu sistem pemberian bantuan
yang dibayarkan secara tunai berdasarkan kebutuhan keluarga miskin.
Bantuan itu dapat berbentuk renovasi rumah, bantuan material bangunan,
bantuan modal kerja, bantuan ternak bergulir, atau bantuan uang tunai.
Sistem keluarga asuh yaitu sistem pemberian bantuan yang dilakukan
secara berkesinambungan. Setiap sekolah diminta untuk memiliki sebuah
keluarga miskin yang akan diasuh. Pengasuhan ini tidak hanya dilakukan
menurut kebutuhan fisik, tetapi juga pemberian perhatian. Itu berarti
bahwa hubungan sekolah dengan keluarga miskin perlu dijalin secara
konsisten. Keluarga miskin seakan-akan dijadikan warga sekolah sehingga
diperlakukan selayaknya para guru dan para murid.
Masalah
akan muncul ketika menentukan keluarga sasaran untuk diberi bantuan.
Oleh karena itu, Dindik perlu memberikan indikator-indikator kriteria
keluarga miskin. Sebaiknya keluarga miskin yang akan dibantu berasal
dari keluarga asal murid yang mengenyam pendidikan di sekolah itu. Jika
keluarga sasaran sudah ditentukan, panitia kecil dapat melakukan survei
awal untuk mengetahui kondisinya. Dari beberapa keluarga miskin yang
diusulkan itu, akhirnya panitia kecil dapat memberikan skala prioritas
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Dari tahapan itulah,
keluarga miskin yang dijadikan sasaran dipilih secara objektif dan
transparan.
Sumber Dana
Program
pemberantasan kemiskinan merupakan program yang didominasi kegiatan
pembangunan fisik sehingga memerlukan banyak dana. Oleh karena itu,
perlu dicari terobosan melalui penggalian dana. Hal ini perlu dilakukan
karena sekolah dilarang melakukan pungutan kepada orang tua dan murid
sejak diberikannya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan
Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Beberapa terobosan yang dapat
dilakukan pihak sekolah di antaranya adalah menggiatkan infak Jumat,
penyisihan hasil usaha sekolah, serta gerakan peduli keluarga miskin.
Gerakan
infak Jumat berbentuk mobilisasi infak Rp1000 per murid setiap Jumat.
Jika sebuah sekolah memiliki 100 murid, dana yang terhimpun bisa
mencapai Rp400.000 per bulan (100×4xRp1000). Selain itu, dana dapat
dihimpun pula dari penyisihan hasil usaha sekolah, baik berasal dari
usaha koperasi sekolah maupun koperasi simpan-pinjam yang dikelola para
guru. Dana dapat dihimpun pula dari gerakan peduli keluarga miskin yang
digulirkan secara spontan. Ketika program pengentasan kemiskinan akan
dilaksanakan, panitia kecil menyodorkan proposal kegiatan. Berdasarkan
estimasi kebutuhan dana, panitia kecil menghimpun dana melalui gerakan
sumbangan suka-rela dari semua warga sekolah, yaitu para murid, guru,
komite sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Program
ini sangat bagus dan terpuji jika ditelisik dari tujuan dan dampaknya.
Pemahaman kemiskinan kepada para murid tentu akan membekas dalam-dalam
di sanubari mereka. Dengan mengunjungi keluarga miskin dan membantunya,
para murid akan bersimpati dan berempati. Selanjutnya, mereka akan
bersyukur dengan kondisinya, belajar menjadi semakin giat, dan muncul
keinginan untuk membantu si miskin. Ini adalah bentuk penanaman karakter
secara langsung. Bagi warga miskin, program ini pun memberikan
keuntungan karena keluarganya akan terbantu. Lambat tetapi pasti,
kondisi fisik dan ekonominya akan berubah menjadi lebih baik karena
dibina sekolah. Di sinilah akan terbentuk sinergisitas pelaksanaan
program pembangunan pemerintah daerah dengan pembangunan karakter di
sekolah. Sebuah gagasan cerdas yang layak dipertimbangkan oleh banyak
kepala daerah lainnya **
0 komentar:
Posting Komentar